Membentuk Tanah, Menjaga Budaya: Keseharian Pengrajin Desa Teguhan

18 Juli 2025
Admin
Dibaca 18 Kali
Membentuk Tanah, Menjaga Budaya: Keseharian Pengrajin Desa Teguhan

Teguhan, Grobogan – Di balik hamparan sawah dan kandang ternak yang menjadi pemandangan umum Desa Teguhan, tersembunyi sebuah kekayaan budaya yang tak ternilai: kerajinan tanah liat. Selain dikenal sebagai desa agraris dengan hasil pertanian dan peternakan yang melimpah, Desa Teguhan juga memiliki tradisi turun-temurun dalam mengolah tanah liat menjadi beragam barang kerajinan yang fungsional sekaligus sarat nilai budaya.

Hasil kerajinan yang dihasilkan pun beragam, mulai dari piring, cobek, kendi, hingga pot yang dijual ke berbagai daerah, salah satunya ke Semarang. Meski hanya dibanderol dengan harga yang sangat terjangkau, yakni antara Rp2.000 hingga Rp2.500 per buah, nilai dari proses pembuatannya jauh lebih besar karena mengandung cerita, keuletan, dan kearifan lokal.

Dikerjakan Sepenuh Hati, Tanpa Mesin

Proses pengerjaan kerajinan tanah liat ini masih dilakukan secara manual, tanpa bantuan mesin modern. Para pengrajin menggali sendiri tanah liat dari area sekitar desa, kemudian mengolahnya dengan tangan kosong, membentuk setiap barang satu per satu dengan penuh ketelatenan.

Setelah dibentuk, hasil kerajinan dijemur hingga setengah kering, lalu dikerik secara perlahan untuk menghaluskan permukaannya. Tahap ini penting agar hasil akhir tidak hanya kuat, tetapi juga terlihat rapi dan estetik. Setelah itu, barang dijemur kembali hingga benar-benar kering, lalu melalui proses pembakaran agar menghasilkan warna khas cokelat kemerahan yang menjadi ciri dari kerajinan Desa Teguhan.

Bertahan di Tengah Arus Modernisasi

Salah satu sosok yang masih teguh menjalani profesi ini adalah Pak Pujiono, pengrajin tanah liat yang telah menggeluti usaha ini selama puluhan tahun. Baginya, membuat kerajinan tanah liat bukan sekadar pekerjaan, tetapi juga bentuk perlawanan terhadap lupa: lupa akan budaya, lupa akan warisan leluhur.

“Memang jumlah pengrajin sekarang tidak sebanyak dulu. Banyak yang mulai beralih karena faktor usia atau pindah ke pekerjaan lain. Tapi bukan berarti punah. Masih banyak warga yang bertahan dan meneruskan tradisi ini,” ujar Pak Pujiono sambil menunjuk tumpukan kendi yang baru saja selesai dibakar.

Warisan Budaya yang Layak Dijaga

Kerajinan tanah liat di Desa Teguhan bukan hanya sumber penghasilan, tetapi juga bagian dari identitas desa. Setiap bentuk, goresan, dan hasil akhir yang tercipta adalah simbol dari kegigihan, kreativitas, dan nilai gotong royong masyarakat desa. Di tengah dunia yang serba cepat dan modern, karya-karya ini menjadi pengingat akan pentingnya mempertahankan akar budaya yang sederhana namun bermakna. Sehingga kerajinan ini perlu dilestarikan dan dikenalkan kembali kepada generasi muda, agar tidak benar-benar menghilang ditelan waktu. Selain itu, potensi ekonomi dari kerajinan ini juga patut dikembangkan, terutama dengan dukungan pemasaran yang lebih luas.